Beberapayang memimpin perlawanan terhadap Belanda yakni Bagus Arsitem (Pangeran Sukmadiningrat), Bagus Rangin (Pangeran Atas Angin), Bagus Serit (Pangeran Syakroni).Perlawanan terpusat di Desa Kedondong Kecamatan Susukan pada April sampai September tahun 1818."Belanda ditantang untuk datang ke Desa Kedondong.
Cirebon OnlineNgamprah – Kabupaten Bandung Barat sebelumnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kabupaten Bandung. Dalam perjalanan historisnya, Bandung Barat juga tak terpisahkan dari wilayah Priangan. Bahkan, tak juga bisa dipisahkan dalam konteks sejarah Jawa Barat atau Sunda pada umumnya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang mengungkap bahwa Jawa Barat telah dihuni oleh masyarakat manusia dari prasejarah dan sejarah. Salah satunya bisa dibuktikan dengan adanya Makam Keramat Syekh Maulana Muhammad Syafe’i atau yang lebih dikenal dengan julukan Pangeran Atas Angin yang berada di Kampung Keramat Wali RT01/RW07 Desa Cijenuk, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Untuk menuju ke lokasi objek Makam Syekh Maulana Muhammad Syafe’ i akan melalui jalan yang cukup representatif lantaran merupakan jalan provinsi yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua. Komplek makam keramat Syekh Maulana Muhammad Syafe’i merupakan makam keluarga dan posisinya juga berada dalam benteng. Sementara itu, makam-makam yang berada dalam pagar tersebut berjumlah 11 makam. Kesebelas makam tersebut tidak menggunakan jirat ataupun nisan, namun ditata dengan batu-batu alam dengan membentuk pola segi empat. Di sebelah timur makam terdapat sebuah masjid, sementara di sebelah barat makam terdapat bangunan khusus untuk berziarah. Bangunan tersebut cukup representatif, terdapat ruangan khusus untuk pria ukuran 9 x 13 meter dan untuk wanita 9 x 16 m. Di samping itu, terdapat pula kamar khusus sebanyak 4 empat kamar dengan ukuran 2,25 x 3 meter. Kamar-kamar tersebut berada di bawah tanah, posisinya berada di bawah ruangan berziarah bagi kaum wanita. Fungsi kamar di bawah tanah itu adalah untuk berkhalwat atau menyepi. Kepala Seksi Sejarah dan Cagar Budaya pada Disparbud KBB Asep Diki Hidayat mengatakan, semula Desa Cijenuk bernama Kampung Panaruban. Kata Panaruban sendiri berasal dari bahasa Arab Taharub’ yang berarti mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Syekh Maulana Muhammad Syafe’i dalam menyebarkan dan mengajarkan agama Islam melalui metode zikir,” katanya, Rabu 22 September 2021. Lama kelamaan, sambung dia, di tempat tersebut banyak didatangi para santri yang ingin belajar Islam. “Maka tempat tersebut dinamai Cijenuk tempat berkumpul. Dalam perkembangan selanjutnya, kampung tersebut berubah menjadi Cijenuk,” sambungnya. Lebih lanjut Asep menerangkan, Syekh Maulana Muhammad Syafe’i diduga berasal dari Banten. Kehadirannya di tempat tersebut, di samping lokasinya cocok untuk pengembangan ajaran Islam, juga sebagai tempat perlindungan dari kejaran kolonial Belanda. “Waktu abad ke-18 melakukan pembantaian terhadap para bangsawan Banten dan keturunannya,” terangnya. Ia menyebut, Syekh Maulana Muhammad Safe’i merupakan salah satu dari keturunan dari para Sultan Banten. Antara Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon, kata dia, masih terkait hubungan darah dan titik sentralnya diambil dari garis Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. “Mengingat masih ada garis keturunan dari Kesultanan Cirebon, maka keturunan Syekh Maulana Muhammad Syafe’i Cijenuk keberadaannya sampai dengan sekarang diakui oleh Kesultanan Kanoman, Cirebon,” tandasnya. Agus Satia Negara.***
Polres Cirebon, jawa Barat membenarkan jika Yana Supriatna, yang sebelumnya dilaporkan hilang di Cadas Pangeran telah ditemukan di Cirebon pada Kamis (18/11/2021). "Sudah ditemukan," kata Kasubag Humas Polres Sumedang, AKP Dedi, saat dihubungi via ponselnya, Kamis (18/11/2021) malam. Kata Dedi, Yana ditemukan dalam kondisi sehat.
Adhyatnika Geusan Ulun Sejarah Saturday, 10 Sep 2022, 2146 WIB Situs Religi Makam Pangeran Raja Atas Angin di Cijenuk Bandung Oleh Adhyatnika Geusan Ulun Bandung Barat adalah kabupaten yang relatif berusia muda. Daerah otonom hasil pemekaran Kab. Bandung tersebut diresmikan pada 12 januari 2007. Daerah yang cukup kaya dengan sejumlah potensi yang dimilikinya; mulai dari keadaan alam, jumlah penduduk, objek wisata, hingga institusi pendidikan yang tersebar di seluruh wilayahnya. Hal tersebut menjadikan kabupaten muda ini sangat berpeluang menjadi daerah yang unggul dalam segala bidang. Salah satu primadona Kab. Bandung Barat KBB adalah sektor pariwisata. Saat ini tercatat 159 situs bersejarah tersebar di 16 kecamatan. Sebanyak 17 situs di antaranya didaftarkan menjadi cagar budaya nasional. Sementara itu, baru satu situs yang telah ditetapkan menjadi cagar budaya nasional, yaitu Observatorium Bosscha di Lembang. Jika melihat hal tersebut, objek wisata di daerah ini cukup lengkap. Mulai dari wisata alam seperti; Tangkuban Perahu, Gunung B[urangrang, Curug Maribaya, Taman Begonia, Taman Hutan Jayagiri Lembang, Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Curug Omas, Curug Cimahi, Curug Malela, Situ Ciburuy, Stone Garden, Gua Pawon, Gua Sanghyang Tikoro, Lembah Curugan Gunung Putri, Waduk Cirata, Waduk Saguling, Sēndang Geulis Kahuripan, Pasir Keraton, Tutugan Burangrang. Kemudian wisata sejarah; Observatorium Bosscha, Makam Karl Adolf Bosscha. Belum lagi ada wisata keluarga dan kuliner, yakni Kampung Gajah Wonderland, Pusat Tanaman Cihideung, Dusun Bambu Lembang, Ciwangun Indah Camp, Terminal Wisata Grafika Cikole, Floating Market Lembang, Farmhouse Lembang, De'Ranch Lembang, dan Kota Baru Parahyangan. Adalah wisata religi yang tidak boleh diabaikan, dan patut diperhitungkan oleh Pemerintah KBB, mengingat penduduknya yang religius dan mayoritas suku Sunda yang identik dengan Islam. Sebenarnya cukup banyak potensi yang bisa digali dan dikembangkan menjadi wisata unggulan disamping objek di atas. Daerah yang banyak dihuni oleh para ulama dan santri ini memiliki sejumlah situs sejarah jejak-jejak peninggalan para penyebar agama Islam. Sebut saja Makam Embah Dalem Jagat Sakti dan Eyang Dipatiukur di Cipatat, Makam Eyang Keraton Ciawitali di Cikalongwetan. Makam Sembah Dalem Ibrahim di Ciraden Cihampelas, Selanjutnya,Makam Mama Ilyas Cibitung, Makam Keramat Salem di Desa Tenjolaut, Makam Keramat Dayeuh Luhur di Desa Puteran, Makam Keramat Bale Kambang di Komplek Perkebunan Gunung Susuruh, dan Makam Syaikh Maulana Muhammad Syafei atau Pangeran Raja Atas Angin di Cipongkor. Menarik untuk dikaji tentang situs sejarah yang berada di Desa Cijenuk, Kecamatan Cipongkor, Kab. Bandung Barat, yakni Makam Syaikh Maulana Muhammad Syafei. Pemakaman seluas 2,5 hektar ini, menyimpan jejak-jejak sejarah penyebaran agama Islam di wilayah Priangan, khususnya Bandung dan sekitarnya. Sebuah pohon besar, yang akarnya menyembul ke permukaan makam, menambah istimewanya area ini. Adalah Syaikh Maulana Muhammad Syafei, seorang penyebar agama Islam keturunan langsung Sultan Ageng Tirtayasa, atau keturunan kesembilan Syaikh Syarif Hidayatullah bergelar Sunan Gunung Jati. Tokoh ini merupakan pelopor syiar Islam di sejumlah wilayah Jawa Barat; mulai dari Cisewu, Garut, hingga Surade, Sukabumi. Kedatangan Sang Penyebar agama Islam ini tidak terlepas dari misi dakwah yang diembannya sebagai seorang Waliyullah. Ditemani oleh dua panglimanya, yakni Eyang Jaga Raksa dan Eyang Jaga Wadana, Sang Wali berdakwah ke pelosok daerah. Dalam syiarnya di daerah Cijenuk Cipongkor, dibantu oleh sang istri, Nyimas Rangga Wuluh, dan kedua anak perempuannya, yakni Nyimas Rangga Wulan dan Nyimas Rangga Wayan, Syaikh Maulana mendirikan sebuah pesantren. Pesantren yang cukup sederhana, namun kerap dikunjungi para santri dari berbagai daerah. Keempat tokoh tersebut sangat berperan dalam berkembangnya Islam. Dari sinilah keturunan Syaikh Maulana banyak mendirikan pesantren di berbagai tempat. Semasa hidupnya, Syaikh Maulana Muhammad Syafei dikenal memiliki banyak karomah. Salah satu karomahnya adalah dapat berada di banyak tempat dalam satu waktu. Menurut penuturan para orang tua di Cijenuk yang diimami salat zhuhur oleh Sang Wali, sama halnya dengan daerah lain yang juga diimami salat Syaikh. Inilah yang kemudian membuat masyarakat menjulukinya sebagai Pangeran Raja Atas Angin. Gelar Pangeran Raja dikarenakan Syaikh turunan Kesultanan Cirebon, sementara Atas Angin dikarena dapat berpindah tempat dalam satu waktu. Kembali ke situs di atas. Setiap hari terdapat 100-200 peziarah datang. Pada malam Jumat Kliwon bisa mencapai peziarah. Bahkan pada 12-17 Rabiulawal, saat haul Sang Wali, jumlah peziarah mencapai puncaknya. Dalam se-minggu bisa mencapai 10 ribu peziarah datang dari berbagai daerah, termasuk dari pelosok Nusantara, seperti Batam, Aceh, Padang, Gorontalo dan bahkan Malaysia. Di sana, selain mendoakan Syaik Maulana, juga mengambil hikmah perjuangan syiarnya, sambil merasakan tenteramnya pemakaman di daerah yang masih hening, jauh dari kebisingan kota. Kegiatan yang dilakukan biasanya berzikir, bertawasul kepada Baginda Rasul, dan istigotsah yang dipandu oleh penjaga kunci makam. Para pecinta Sang Wali bersimpuh di kompleks pemakaman yang juga termasuk anak pertamanya, Raden Muhammad Kamaludin, dengan tembok setinggi 1,3 meteran. Di sebelah Barat berdiri gerbang berwarna putih. Sementara, di bagian timur terdapat dua bangunan majelis, berhadapan langsung dengan makam yang masing-masing berukuran 18 x 9 meter. Bangunan tersebut diperuntukkan bagi peziarah perempuan, dan 15 x 9 meter untuk laki-laki. Selain itu terdapat Masjid Al-Karomah, yang dibangun pada tahun 2000-an. Umumnya para peziarah datang berkelompok dengan kendaraan roda dua dan empat. Tidak sedikit juga perorangan. Melihat animo peziarah yang terus bertambah setiap waktu, belum didukung infrastruktur yang memadai. Jalan belum cukup dilalui oleh kendaraan ukuran besar. Masjid yang ada, juga tidak mampu menampung jamaah yang membludak pada saat haul. Keterbatasan dana pemeliharaan yang selama ini diambil dari sedekah peziarah dan uang pribadi pengelola sangat berimbas pada keasrian komplek. Simpulan Butuh perhatian dinas terkait agar semua permasalahan di atas dapat diatasi. Tempat yang sarat dengan sejarah itu sangat disayangkan jika dibiarkan tanpa dijaga kelestariannya. Sudah saatnya Pemerintah menyikapinya dengan cepat, agar jejak penyebaran Islam di Kab. Bandung Barat ini tidak sirna. Potensi wisata religi di atas perlahan akan meredup jika tidak segera dibenahi. Generasi akan datang hanya akan membaca kisah pejuang syiar Islam ini di buku-buku cerita legenda tanpa dapat melihat bukti fisiknya. Akhirnya, semoga hal ini segera ditindaklanjuti pihak berwenang. Gigihnya Syaikh Maulana Muhammad Syafei dalam perjuangan menegakkan kalimat Allah, haruslah dijawab oleh setiap anak bangsa dengan lebih semangat melestarikannya. Jika Pangeran Raja dapat berada di berbagai tempat dalam satu waktu, maka generasi berikutnya harus mampu berada dalam berbagai keadaan dalam satu tujuan. Melestarikan dan meneruskan perjuangan mulia Sang Wali. *** Narasumber Ii Prawirasuganda Tokoh Cipongkor Bandung Barat, Kuncen dan keturunan ke-9 Pangeran Raja Atas Angin. Sumber tulisan Profil Penulis Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Alumnus MQ Nyantren di Madinah dan Makkah’ 2016, Pengasuh Majelis Taklim dan Dakwah Qolbun Salim Cimahi, Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan. email [email protected]., [email protected] geusan ulun. wisatareligi bandungbarat Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Sejarah
Ciremaitodaycom, Cirebon - Massa dari kubu Raden Heru Rusyamsyi Arianatareja atau Pangeran Kuda Putih yang berjumlah sekitar ratusan menggeruduk Keraton Kasepuhan Cirebon, Jumat (14/8/2020) kemarin. Mereka menolak Putera Mahkota PRA Luqman Zulkaedin dinobatkan menduduki kursi Sultan Sepuh XV.
Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi berputra - Pangeran Walangsungsang lahir 1423 - Lara Santang lahir 1426 - Raja Sangara lahir 1428 - Sanghiyang Surawisesa - Sang Surasowan A. Pangeran Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman pendiri kerajaan Islam pertama di Tatar Sunda yang bernama Nagara Agung Pakungwati Cirebon. a. Dari istrinya yang bernama Nyai Indang Geulis, putri Ki Gedeng Danuwarsih, memiliki anak yaitu 1. Nyai Pakungwati b. Dari istrinya yang bernama Nyai Retna Riris atau Nyai Kancanalarang, putri Ki Danusela atau Ki Gedeng Alang-alang memiliki anak yaitu 2. Pangeran Cerbon atau Pangeran Carbon yang lahir tahun 1454. c. Dari istrinya yang bernama Nyai Retna Rasajati, putri Maolana Ibrahim Akbar atau Syekh Maulana Jatiswara dari Campa memiliki anak yaitu 3. Nyai Laraskonda 4. Nyai Lara Sajati 5. Nyai Jatimerta 6. Nyai Jamaras 7. Nyai Mertasinga 8. Nyai Cempa 9. Nyai Rasamalasih B. Lara Santang atau Syarifah Mudaim menikah dengan Maolana Sultan Mahmud atau Syarif Abdullah dari Mesir, memiliki anak yaitu 1. Syarif Hidayatullah 2. Syarif Nurullah C. Raja Sangara atau Haji Mansur menikah dengan Nyai Kalimah atau Nyai Gedeng Kalisapu dari Campa. D. Sanghiyang Surawisesa melanjutkan tahta Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran hingga wafatnya pada tahun 1535 M. Prabu Sanghiyang Surawisesa ini yang membuat Prasasti Batutulis Bogor. Putranya yaitu 1. Prabu Ratu Dewata, wafat tahun 1543 M. E. Sang Surasowan, menjadi Bupati Banten Pesisir, memiliki anak yaitu 1. Sang Arya Surajaya, mewarisi tahta Banten Pesisir. 2. Nyai Kawung Anten, menikah dengan Syarif Hidayatullah. I. Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan gelar Sunan Gunung Jati dilahirkan di Mekah pada tahun 1448. Pada tahun 1470 tiba di Cirebon dan menjadi Sinuhun Cirebon ke- II menggantikan uaknya Pangeran Cakrabuwana pada tahun 1479. Wafat pada tahun 1568 pada usia 120 tahun. a. Dari istrinya yang bernama Nyai Babadan wafat tahun 1477 putri Ki Gedeng Babadan yang dinikahi pada tahun 1471, anaknya meninggal saat masih kecil. b. Dari istrinya yang bernama Nyai Kawung Anten yang dinikahi pada tahun 1475, memiliki anak Ratu Winaon lahir tahun 1477 yang nantinya bersuamikan Pangeran Atas Angin atau Pangeran Raja Laut. Pangeran Sebakingkin atau Maulana Hasanuddin lahir tahun 1478 yang nantinya menjadi penguasa Banten pada tahun 1522. c. Dari istrinya yang bernama Nyai Pakungwati putri Pangeran Cakrabuwana, uaknya, yang dinikahi pada tahun 1478 tidak diketahui berputra. d. Dari istrinya yang bernama Ong Tien wafat tahun 1488, putri Tionghoa yang dinikahi pada tahun 1481 memiliki seorang putra yang meninggal ketika baru lahir di Luragung e. Dari istrinya yang bernama Syarifah Baghdad, adik Maolana Abdurrahman Bagdadi atau dikenal sebagai Pangeran Panjunan, mempunyai anak yaitu Pangeran Jayakelana lahir tahun 1486 dan wafat tahun 1516 yang nantinya menikah dengan Ratu Pembayun putri Raden Patah. Ratu Pembayun setelah Pangeran Jayakelana wafat menikah lagi dengan Pangeran Pasai atau Ki Fadhillah. Pangeran Gung Anom atau Pangeran Bratakelana atau Pangeran Sedang Lautan lahir tahun 1488 dan wafat tahun 1513 di laut Gebang yang nantinya menikah dengan Ratu Nyawa putri Raden Patah. f. Dari istrinya yang bernama Nyai Tepasari, putri Ki Gedeng Tepasan dari Majapahit, memiliki anak yaitu Nyai Ratu Ayu lahir tahun 1493 yang nantinya menikah dengan Pangeran Sabrang Lor, Sultan Demak kedua, dan setelah Pangeran Sabrang Lor wafat, menikah lagi dengan Pangeran Pasai atau Ki Fadhillah. Pangeran Mohammad Arifin atau Pangeran Pasarean lahir tahun 1495 dan wafat tahun 1552 di Demak yang menikah dengan Ratu Nyawa, janda kakaknya, Pangeran Gung Anom atau Pangeran Sedang Lautan. g. Dari istrinya yang bernama Nyai Gedeng Sembung atau Nyai Ageng Sampang atau Nyai Gede Kancingan, tidak diketahui memiliki anak. h. Dari istrinya yang bernama Nyi Mas Rarakerta, putri Ki Gedeng Jatimerta memiliki anak yaitu Bung Cikal Nyai Ratu Ayu menikah dengan Pangeran Sabrang Lor pada tahun 1511, namun Pangeran Sabrang Lor wafat pada tahun 1521 dengan tidak berputra. Kemudian Ratu Ayu bersuamikan Ki Fadhillah pada tahun 1524. Dari perkawinan ini Ratu Ayu memiliki anak yaitu Ratu Wanawati Raras yang lahir tahun 1525 Pangeran Pasarean menjadi Dipati Cirebon I pada tahun 1528 atas nama ayahnya ketika Syarif Hidayat sedang berkeliling Tatar Sunda menyebarkan agama Islam. Pangeran Pasarean menikah dengan Ratu Nyawa, putri Raden Patah, janda dari Pangeran Gung Anom dan memiliki anak yaitu Pangeran Kesatriyan yang lahir tahun 1516. Pangeran Losari yang lahir tahun 1518. Pangeran Sawarga atau Pangeran Sindang Kempeng yang lahir tahun 1521 dan wafat tahun 1556. Nyai Ratu Emas yang lahir tahun 1523. Pangeran Santana Panjunan yang lahir tahun 1525. Pangeran Weruju atau Pangeran Suryanagara yang lahir tahun 1550. Pangeran Sawarga bin Pangeran Pasarean menikah dengan Ratu Wanawati Raras binti Fadhillah, memiliki anak yaitu Ratu Ayu Sakluh yang lahir tahun 1545. Pangeran Emas atau bergelar Panembahan Ratu yang lahir tahun 1547 dan wafat tahun 1649. Pangeran Manis yang lahir tahun 1548. Pangeran Wirasuta yang lahir tahun 1550. Panembahan Ratu atau Pangeran Emas dua kali menikah. a. Dari Ratu Harisbaya tidak memiliki anak, dicerai kemudian Ratu Harisbaya menikah dengan Pangeran Geusan ulun dari Sumedang. b. Dari Ratu Lampok Angroros, putri Sultan Pajang Jaka Tingkir pada tahun 1571, memiliki anak yaitu Pangeran Seda Blimbing yang lahir tahun 1571. Pangeran Arya Kidul yang lahir tahun 1572. Pangeran Wiranagara yang lahir tahun 1573. Ratu Emas yang lahir tahun 1575. Pangeran Sedang Gayam yang lahir tahun 1578. Pangeran Singawani yang lahir tahun 1581. Pangeran Sedang Gayam menjadi Dipati Cirebon II dan menikah dengan seorang putri Mataram, memiliki anak yaitu; Ratu Putri Raden Putra dan bergelar Panembahan Girilaya yang lahir tahun 1601 dan wafat di Girilaya pada tahun 1662. Panembahan Girilaya memiliki dua istri. a. Dari istri pertamanya putri Amangkurat I dari Mataram memiliki anak yaitu Pangeran Martawijaya yang menjadi Sultan Sepuh I dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarim Syamsuddin. Pangeran Kartawijaya yang menjadi Sultan Anom I dengan gelar Sultan Anom Abil Makarim Badriddin. Pangeran Wangsakerta yang menjadi Panembahan Cirebon I atau Panembahan Agung, disebut juga Panembahan Gusti. b. Dari istri kedua memiliki anak yaitu; Panembahan Katimang Pangeran Raja Giyanti.
Salahsatunya bisa dibuktikan dengan adanya Makam Keramat Syekh Maulana Muhammad Syafe'i atau yang lebih dikenal dengan julukan Pangeran Atas Angin yang berada di Kampung Keramat Wali RT01/RW07 Desa Cijenuk, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.
Pangeran Pasarean yang mempunyai nama asli Pangeran Muhamad Arifin dalam sejarah Cirebon disebut sebagai salah satu anak Sunan Gunung Jati yang cukup ternama, beliau merupakan anak Sunan Gunung Jati dari Rara Tepasan, Putri dari kerajaan Majapahit. Rara Tepasan merupakan satu-satunya wanita Jawa yang dinikahi oleh Sunan Gunung Jati, selain itu Rara Tepasan juga dikisahkan sebagai wanita yang paling cerdas dalam tata kelola keraton, mengingat Rara Tepasan merupakan Putri dari Ki Ageng Tepasan yang dahulu dididik di Istana Kerajaan Majapahit, oleh karena itu ia sangat akrab dengan tata kelola keraton. Baca Juga Rara Tepasan, Istri Sunan Gunang Jati Yang Mengubah Adat-Istiadat Sunda Dalam Keraton Cirebon Pangeran Pasarean merupakan anak bungsu dari Rara Tepasan, ia mempunyai kakak perempuan yang bernama Ratu Ayu Wanguran. Kakak perempuana satu-satunya itu kelak menikah dengan Pangeran Sabrang Lor, atau Pati Unus yang kemudian menjabat sebagai Sultan Demak ke II. Selama hidupnya, Pangeran Pasarean pernah menikah dua kali, yaitu dengan Ratu Dewi anak dari Ki Arya Kedung Soka, dan menikah dengan Ratu Nyawa, anak Pangeran Trenggono, Sultan Demak ke tiga. Dengan Ratu Dewi Pangeran Pasarean tidak dikaruni anak, akan tetapi pernikahannya dengan Ratu Nyawa dikaruniai 6 orang anak, yaitu Pangeran Kasatrian Pangeran Panembahan Losari Pangeran Sedang Kemuning/Swarga Berjuluk Dipati Carbon I Ratu Bagus Ratu Mas Tuban Pangeran Raju Dalam sejarah Cirebon, Pangeran Pasarean merupakan putra mahkota, ia diangkat menjadi putra mahkota setelah kakak tirinya Pangeran Bratakelana yang kala itu menjabat sebagai Putra Mahkota wafat dibunuh oleh perompak ditengah laut. Baca Juga Pangeran Bratakelana, Putra Sunan Gunung Jati Yang Wafat Tragis Ratu Nyawa sendiri pada mulanya merupakan istri kakaknya, akan tetapi selepas kewafatan kakanya, ia diperintahkan oleh Sunan Gunung Jati untuk mengawini janda kakaknya, tujuannya agar hubungan antara Cirebon dan Demak terus terjalin dengan direncanakan akan dijadikan Sultan Cirebon pengganti Sunan Gunung Jati, tapi rupanya Pangeran Pasarean wafat mendahului ayahnya, beliau wafat karena sakit di Demak. Sementara dalam versi lain beliau wafat terbunuh oleh Arya Penangsang karena membela Sunan Prawoto. Latar belakang tragedi terbunuhnya Pangeran Pasarean, diawali terbunuhnya Sultan Trenggono, oleh bocah pengiringnya, ketika mengadakan penyerangan ke Pasuruan. Kemudian, terjadilah huru hara di kalangan kerabat keraton Kesultanan Demak. Calon pengganti Sultan Trenggono adalah puteranya, Sunan Prawoto. Kekosongan tahta Demak, dimanfaatkan oleh Arya Penangsang, Bupati Jipang, putera Pangeran Sekar putera Raden Patah. Pangeran Sekar, adalah tokoh yang dibunuh oleh Sunan Prawoto, untuk memperlancar kenaikan tahta ayahnya, Sultan Trenggono. Atas restu gurunya, Sunan Kudus, Jipang menyerang Demak, dan Prawoto tewas di tangan Arya Penangsang. Pangeran Hadiri suami Ratu Kalinyamat, adiknya Prawoto, tewas pula. Pada saat peristiwa itu terjadi, putera mahkota Cirebon, Muhammad Arifin Pangeran Pasarean, sedang berada di Demak, ia pun tewas di tangan Arya Penangsang, karena berupaya membela Prawoto. Peristiwa itu sangat melukai hati Susuhunan Jati Cirebon. Sebelum menikah dengan janda kakanya, Pangeran Pasarean mulanya ditugaskan oleh Sunan Gunung Jati sebagai penjaga tapal batas Kesultanan Cirebon dengan Rajagaluh, akan tetapi selepas kematian kakaknya Pangeran Pasarean kemudian pindah ke Demak untuk mengabdi disana hingga kewafatannya. Baca Juga Keturunan Sunan Gunung Jati Dari Istri-IstrinyaPenulis Bung FeiEditor Sejarah Cirebon
Beliaumengirim kabar duka, sekaligus minta dibantu menyebarkan rencana akan digelarnya acara tahlilan atas wafatnya YM Dr. Ir. Pangeran Hempi, Raja Keprabon Cirebon. Itu terjadi ada Selasa siang 13 Juli 2021.
Sosok Pangeran Raja Atas Angin, jadi salah satu tokoh sentral dalam islamisasi di Jawa Barat, khususnya kawasan Priangan. Namun, saat ini tidak banyak yang mengenalnya. Sebagian yang datang ke makamnya yang berada di pelosok desa, justru datang untuk ngalap berkah atau mencari pesugihan. ***Saya paham betul, sebagian besar pembaca setia Mojok berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Tapi, kali ini persilakan saya mengajak pembaca melipir ke Jawa Barat. Bukan pusat kota apalagi destinasi wisata hits, saya ingin membawa pembaca ke makam seorang tokoh yang sosoknya masih diperdebatkan sampai sekarang. Dari Gerbang Tol Padalarang, saya menempuh jarak sekitar 35 kilometer ke arah selatan ke sebuah desa bernama Cijenuk. Mungkin, para pembaca bertanya-tanya, “ngapain jauh-jauh ke pemakaman di kampung yang gak dikenal khalayak umum?” Tak banyak yang tahu kisahnyaSeperempat abad menjadi warga Bandung Raya, tokoh yang bersemayam di pemakaman umum ini kurang familier dari tokoh-tokoh Sunda lain. Pangeran Raja Atas Angin atau Eyang Dalem Cijenuk, nama yang bahkan nggak diketahui sejarahnya oleh generasi muda Desa Cijenuk. Padahal, beliau merupakan sosok penting di balik Islamisasi kawasan Priangan. Sebetulnya, sudah banyak media lokal maupun nasional mengulasnya. Namun, saya ingin mengajak pembaca Mojok melihat kondisi terkini petilasannya yang semakin tidak dikenali dari hari ke hari terutama Pamakaman Umum Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. Noorciptaning Suciati/ di tengah pemukiman dan persawahan warga, area makam seluas 2,25 hektare ini rindang oleh pohon-pohon beringin berusia ratusan tahun. Selain sunyi, auranya angker selayaknya pemakaman. Di pintu masuk utama, suasana tampak asri karena dihiasi berbagai tanaman hias. Saat saya sowan ke para pengurus. Namanya Ii Prawira Suganda dan Mochammad Buldan. “Pangeran Raja Atas Angin nami aslina nyaeta Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i” Pangeran Raja Atas Angin mempunyai nama asli Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i“Sayang, sosok dan kisahnya hanya dituturkan para sesepuh di sini Cijenuk. Parahnya, akibat kurang penelitian dan budaya literasi, masyarakat desa juga tidak banyak yang tahu ceritanya. Apalagi anak muda,” lanjut Ii yang biasa dipanggil Apa atau Eyang oleh masyarakat setempat.“Dulu, juru kunci makam dipegang almarhum bapak saya. Tahun 80-an, karuhun sesepuh menemukan silsilah Pangeran Raja Atas Angin di Cirebon. Beliau putra Sultan Anom IV Muhammad Chaeruddin dari selir. Beliau Sultan Anom IV Sultan Kanoman dari tahun 1798 sampai 1803. Jadi, Pangeran Raja Atas Angin teh keturunan kesembilan Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Pemangku silsilah Kesultanan Kanoman juga datang ke makam buat tirakat, memastikan siapa yang dimakamkan di sini,” terang Apa Sultan Ageng Tirtayasa?Apa Ii melanjutkan belum lama ini, ada orang datang ke pemakaman, ngakunya mantan pegawai Dirjen Haji. Ia mengatakan kalau Pangeran Raja Atas Angin teh asalnya dari Banten. Di dokumen yang beliau bawa, nama Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i ternyata saudara kandung Syekh Maulana Mansyur Cikaduen. “Katanya, mereka berdua putranya Abu al-Fath Abdul-Fattah Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintah Kesultanan Banten dari tahun 1651 hingga 1683 Masehi.”Entah dari Cirebon atau Banten, toh dua kesultanan tersebut memang bersaudara yang berasal dari satu leluhur, yakni Sunan Gunung Jati. Mungkin, konflik masa lampau yang bertahan hingga kini di Kanoman dan Kasepuhan mengakibatkan tumpang-tindih silsilah.“Yang penting, Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i punya jasa besar dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Beliau putra mahkota yang mau ikhlas berdakwah di bawah tekanan Belanda,” Apa Ali. Menurutnya jejak syiar Islamnya meliputi wilayah Pandeglang-Banten, Bogor, Surade-Sukabumi, Cianjur, Cisewu-Garut, dan terakhir di kawasan selatan Bandung Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. Noorciptaning Suciati/ informasi, saat ini, daerah itu dikenal sebagai Kecamatan Cihampelas, Cililin, Cipongkor, Sindangkerta, Gununghalu, dan Rongga. Dari beberapa warga Cipongkor yang mengetahui sejarah, nama-nama tempat di kawasan itu berkaitan dengan syiar sang pangeran. Selain agama, peranannya membekas di sektor pendidikan, budaya, dan yang saya sebutkan di atas dijuluki “Kota Santri” dan “Pabrik Haji”. Hal itu dikarenakan terdapat banyak pesantren, terutama salaf yang menjadi tujuan santri Bandung Raya belajar agama. Masyarakat di kawasan itu pula paling rajin menunaikan ibadah haji. Ramai peziarahSaat berziarah, Anda gak hanya mendapati petilasan Pangeran Raja Atas Angin dan ribuan makam warga. Di sini juga bersemayam istri sang pangeran, yakni Nyimas Rangga Wuluh, beserta putri mereka, yaitu Nyimas Rangga Wulan dan Nyimas Rangga Wayan. Ada pula tiga makam yang diyakini sebagai pendamping Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i dalam berdakwah. Mereka adalah Eyang Jaga Wulan, Eyang Jaga Raksa, dan Eyang Jaga dikelola swadaya dari kantong pribadi pengurus dan peziarah, fasilitasnya sudah jauh lebih baik dan nyaman. Terdapat ruang majelis di depan makam utama yang bisa menampung peziarah. Kompleks Pemakaman Umum Desa Cijenuk yang juga dikenal sebagai Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin memiliki infrastruktur lengkap yang dibangun berkala. Antara lain, masjid al-Karomah, balai perkumpulan, kantor pengurus yayasan, toilet, tempat wudhu, area parkir, dan warung. Gak hanya berkunjung setiap hari, peziarah dapat mengikuti pengajian mingguan yang diadakan setiap malam Senin dan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, puncak ziarah terjadi di bulan Rabiul Awwal. Acara haul tahunan atau dikenal sebagai tradisi “Muludan” itu dibimbing langsung para tokoh agama dan masyarakat terkemuka. Salah satunya oleh perwakilan sesepuh Kesultanan Kanoman tujuan ngalap berkah hingga pesugihanNamun, seperti makam keramat’ lainnya, petilasan Pangeran Raja Atas Angin pun tak lepas dari aksi nyeleneh para peziarahnya. Entah bagaimana, beliau dianggap sebagai tujuan “ngalap berkah” atau pesugihan bagi orang yang menginginkan materi duniawi secara al-Karomah Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. Noorciptaning Suciati/ di musim Pemilu, banyak calon anggota dewan dan kepala daerah bersemedi atau bertapa agar tujuannya tercapai. “Seorang wali Allah SWT tidak akan menyesatkan orang-orang. Jika berziarah, cukup berdoa kepada Sang Khalik dan mendoakan sang wali karena kebaikannya dalam berdakwah,” kata Apa Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin berlokasi di Desa Cijenuk, RT/RW 07/07, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Bagi Anda yang ingin berkunjung, lebih baik menggunakan kendaraan pribadi karena sulitnya transportasi umum menuju desa. Tenang, meski berada di pelosok, lokasinya mudah ditemukan karena terdapat papan penunjuk jalan saat memasuki kawasan Alun-alun lupa menikmati bala-bala hangat dan secangkir kopi panas yang tersedia di warung depan masjid al-Karomah. Kudapan dan minuman tersebut sangat pas dengan udara sejuk Desa Cijenuk, apalagi jika Anda berziarah malam-malam atau kala musim Noorciptaning Suciati Editor Agung PurwandonoBACA JUGA Situs Patirtaan Ngawonggo Menghadirkan Wisata Gratis Sekaligus Jamuan Makan Sepuasnya dan reportas menarik lainnya di rubrik diperbarui pada 28 Januari 2023 oleh Agung Purwandono
Dalamsejarah Cirebon disebutkan bahwa Pangeran Panjunan merupakan orang yang mula-mula mendirikan Masjid Panjunan, Masjid tua yang didirikan lebih dahulu ketimbang Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon, Pangeran Panjunan nama aslinya Pangeran Abdurahman, merupakan Pangeran dari Bagdad yang terusir dari Negerinya. Dalam Naskah Mertasinga Pupuh II.25-III.
SrAA. s5ofwv3lou.pages.dev/466s5ofwv3lou.pages.dev/485s5ofwv3lou.pages.dev/512s5ofwv3lou.pages.dev/430s5ofwv3lou.pages.dev/366s5ofwv3lou.pages.dev/223s5ofwv3lou.pages.dev/555s5ofwv3lou.pages.dev/228
pangeran atas angin cirebon